Minggu, 30 Juni 2013

Ramadhankan diri tuk sambut Ramadhan

Sekitar satu minggu lagi, kita kan kedatangan tamu istimewa yang kedatangannya senantiasa dinanti oleh tiap orang beriman. Bulan dimana Allah swt melipatgandakan pahala atas amal ibadah kita, yang sunnah di ganjar wajib, yang wajib dilipatgandakan sampai 70 kali lipat. Bulan dimana Allah menurunkan satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Bulan yang sangat sungguh sayang jika ada satu orang di sampaikan kepadanya, namun tidak mendapatkan apa-apa darinya lantaran kelalaiannya sendiri.

Rasul dan para Sahabat mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum Ramadhan. 
Imam Ahmad dalam Musnad nya dan  Imam Ibnu Suniy dalam "’Amalul Yaum wal Lailah" nya meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra : "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, maka beliau mengatakan,"Allahumma baarik lanaa fii Rajab wa Sya'ban wa balighna Ramadhan (Ya Allah, berkahilah kami di bulan rajab dan sya'ban, serta perjumpakanlah kami dengan bulan ramadhan)". 
Di riwayat lain, Ibunda kita Aisyah ra menceritakan : "Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban" (HR al-Bukhari dan Muslim).
Usamah bin Zaid ra juga pernah bertanya kepada Rasulullah saw: “Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i). 
Dari beberapa riwayat tadi bisa kita rasakan betapa suasana Ramadhan telah dibangun jauh hari sebelum Ramadhan itu benar-benar datang.

Kita analogikan suatu saat di sebuah provinsi akan kedatangan kunjungan presiden ke provinsi tersebut, betapa persiapan yang dilakukan sang Gubernur dan jajarannya demi menyambut kedatangan sang presiden begitu luar biasa, disiapkan, dievaluasi, gladiresik dan lain sebagainya untuk memastikan semua berjalan sesuai rencana. Apatah lagi ini adalah tamu agung, yang menajdi salah satu penentu masa depan kita di akhirat nanti? sudahkah kita mempersiapkan diri tuk menyembutnya?

Tak lagi berbilang bulan, hanya sekitar 1 minggu tamu agung itu kan menyapa kita, mari kita persiapkan diri sebaik-baiknya agar tiada penyesalan tidak bisa maksimal menjamu tamu agung itu. Kalau menyambut pimpinan saja kita erlu gladi resik, maka waktu yang tersisa ini bisa kita jadikan gladi resik Ramadhan kita, simulasikan dalam satu minggu ini bagai dalam bulan Ramadhan. Puasa kita, Tilawah kita, amal-amalan sunnah kita.

Yang mentargetkan khatam sekian kali dalam Ramadhan ini, ya mulai besok tilawah sekian juz dalam sehari, yang menargetkan Shalat jamaah tanpa putus di masjid selama Ramadhan, ya mulai besok di usahakan shalat jamaah dimasjid tepat waktu. Yang menargetkan shadaqah sekian rupiah setiap hari selama ramadhan ya mulai besok tuh di keluarin shadaqahnya. Yang menargetkan hafalan Qur'annya bertambah sekian ayat sehari selama ramadhan, ya mulai besok hafalin sekian ayatnya, dan sebagainya.

Semoga dengan meRamadhankan diri kita lebih awal, kita bisa meraih hasil maksimal dalam Ramadhan kita. Kata seorang Ustadz, "Jika kita disampaikan kepada Ramadhan kali ini, maka jadikanlah ia Ramadhan terbaik dalam hidup kita karena belum tentu jatah usia kita kan memperjumpakan kita dengan Ramadhan yang setelahnya", so mari Ramadhankan diri tuk sambut Ramadhan.

Wallahu'alam bishawab...
just note to my self

Minggu, 31 Maret 2013

Teguran Umar bin Khattab

Suatu hari di masa kekhalifahan Abu Bakr, Umar bin Khattab menemukan sang Khalifah sedang berdagang di pasar, Umar lalu menegur Abu Bakr "Wahai Khalifah Rasulullah, apa yang sedang anda lakukan?", 
Abu Bakr menjawab "Aku sedang berdagang.."
Umar bertanya kembali :"Bagaimana urusan umat akan terurus jika pemimpinnya sibuk berdagang seperti engkau?"
"Demi Allah, bagaimana keluargaku akan makan jika aku tidak bekerja" jawab Abu Bakr...
Lalu Umar mengajak Abu Bakr menuju ke tempat Abu Ubaidah yang saat itu diamanahkan sebagai penjaga baitulma'al, Umar kemudian meminta Abu Ubaidah untuk memberikan gaji kepada sang Khilafah "Wahai Abu Ubaidah, tentukanlah gaji yang mencukupi untuk Khalifah Rasulullah supaya dia tidak lagi berfikir banyak-banyak tentang menafkahi keluarganya, sehingga umat lebih terurus oleh dirinya"
lalu diputuskanlah oleh Abu Ubaidah:  " Aku tetapkan baginya makanan sebagaimana yang dinikmati kaum muslimin, bukan yang paling kaya diantara mereka dan bukan yang paling miskin diantara mereka. dan aku tetapkan baginya, pakaian yang akan dikenakan pada musim panas dan musim dinginnya, bukan pakaian yang terbaik namun juga bukan pakaian yang terjelek"

Itulah sepenggal kisah dimasa Khalifah ABu Bakr, dimana sang khalifah mendapat teguran dari penasehat utamanya karena masih harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Bertolak belakang dengan yang sedang terjadi di negeri ini, dimana sang presiden yang telah digaji tinggi, diberi rumah tinggal mewah, fasilitas luar biasa, namun masih saja menyibukan diri mengurus golongannya dengan merangkap jabatan di partainya (Ketua Dewan Pembina, Ketua Majelis Tinggi, dan Ketua Dewan Kehormatan, Ketua Umum)..

Andai saja Sayyidina Umar bisa berkomentar atas hal ini, entah teguran seperti apa yang akan diterima sang presiden...